Jumat, 04 Januari 2008

Hakikat Musyawarah

"Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Allah dan

mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka..."
(QS. Asy-Syuro/42 : 38)

Musyawarah adalah salah satu mekanisme pengambilan keputusan yang diadopsi dari ajaran Islam yang diturunkan Allah SWT melalui surat Asy-Syuro artinya Musyawarah yang mengajarkan kepada kita bagaimana etika dan mekanisme bermusyawarah untuk meraih mufakat sehingga dapat dipertanggung jawabkan di dunia kepada khalayak luas dan kelak diakhirat kepada Allah SWT. Keputusan musyawarah adalah hasil kesepakatan bersama bukan keputusan sepihak apalagi keputusan subyektif pimpinan namun hendaklah keputusan hasil kesepakatan bersama. Dalam organisasi, seorang pemimpin sebaiknya melibatkan civitas anggotanya dalam mengambil sebuah keputusan karena yang demikian itu akan lebih membawa maslahat dan tanggung jawab bagi semua anggota, sehingga dalam menjalankan program kerja nanti, ada rasa memiliki. Musyawarah adalah mekanisme pengambilan keputusan yang sangat ideal untuk diterapkan di setiap masa.

Implementasi mekanisme musyawarah dapat kita teladani secara konkrit melaalui literatur sirah nabawiyah dan sahabiyah yaitu pasca wafatnya Rasulullah Saw. Ketika para kabilah melakukan musyawarah dalam menentukan kepemimpinan waktu itu. Dalam hal kepemimpinan para sahabat sangatlah berhati-hati dan selektif seperti Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khatab, Usman bin Afan, Ali bin Abu Thalib, dll mereka semua adalah Generasi Pertama (Ashabiqqunal Awwalun) yang berkumpul melakukan musyawarah pada waktu itu guna memilih pemimpin (khalifah) yang layak menggantikan kepemimpinan Rasulullah Saw. Bermusyawarahlah mereka dengan jujur, adil, arif dan bijaksana. Hingga akhirnya mereka dengan sepakat memilih dan membai’at Abu Bakar Siddiq sebagai Khalifah pada waktu itu menggantikan kepemimpinan Rasulullah Saw dengan keputusan yang adil dan rasa ikhlas di hati ummat Islam pada waktu itu.

Para aktivis Islam adalah Tentara Allah (Jundullah) yang sedang melakukan musyawarah, hendaklah meneladani kisah para sahabat di atas, karena kepemimpinan janganlah melihat sebuah jabatan yang melainkan amanah yang harus diemban sesuai batas waktu yang Allah SWT telah tentukan. Seorang pemimpin juga tidak melalaikan amanah yang telah diberikan karena sebagai ummat terbaik hendaklah senantiasa bertugas menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar serta mengajak beriman kepada Allah (QS. Ali ’Imran/3: 110). Jika melalaikannya, akan mendapat murka Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Salah satu output dari musyawarah yang dilakukan dalam organisasi Islam
adalah mencetak pemimpin Islam. Bila untuk mewujudkan yang wajib
membutuhkan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib. Salah satu
permasalahan ummat saat ini adalah krisis kepemimpinan, maka setiap orang dalam organisasi Islam hendaknya diberi kesempatan untuk menjadi pemimpin namun harus profesional sesuai dengan kemampuan (kafa’ah) dan syarat sesuai aturan yang ditentukan organisasi. Sehingga jenjang kaderisasi dalam rangka estafef kepemimpinan dapat berjalan secara alami dan adil.

”Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”
(QS. Al-Ahzab/33 : 72)

Pemimpin adalah cerminan dari sebuah organisasi karena yang pertama kali dilihat oleh khalayak luas adalah pemimpinnya. Maka berhati-hatilah dalam memilih seorang pemimpin dan sesuaikan dengan tahapan da'wah yang sedang ditempuh. Pemimpin yang bisa diterima tidak hanya di kalangan internal anggota, tetapi juga di luar anggota. Oleh karena itulah karakteristik sekunder seorang pemimpin disesuaikan dengan era dan medan da’wah (marhalah).

Seorang pemimpin haruslah memiliki muwashofat primer dan sekunder yang sesuai medan dakwahnya (marhalahnya). Seorang pemimpin hendaknya memiliki Iman yang kuat dan fundamen aqidah yang kokoh sebagai cerminan nilai-nilai Religius yang tinggi. Seorang pemimpin juga harus mempunyai karakter Organisatoris yang handal dengan mempunyai pengalaman dan keterampilan (skill) berorganisasi. Seorang pemimpin juga haruslah orang yang Cerdas sehingga mampu menyelesaikan permasalahan dengan efektif. Seorang pemimpin harus berjiwa Humanis dengan suka membaur dengan anggotanya dan merakyat sehingga dicintai anggotanya. Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan Manajerial yang tinggi dan rapih sehingga mampu menerapkan konsep manajemen SDM untuk membangun kesolidan kerja dalam team (ber-amal jama’i) bahkan "menajemen konflik" hingga "win win solution". Seorang pemimpin juga harus seorang yang Aktif karena kehadirannya dalam setiap acara dan kegiatan tidak hanya sekedar memberikan kata sambutan acara namun dapat memberikan spirit dan motivasi anggota, kehadirannya tetaplah sangat diharapkan karena dapat memberikan nilai-nilai keteladanan terhadap anggotanya. Seorang pemimpin juga hendaknya memiliki jiwa Negosiatoris dengan kemampuannya dalam bernegosiasi dan mengutamakan musyawarah bersama untuk mencapai mufakat adalah syarat mutlak demi kelangsungan dan kemajuan
sebuah organisasi.

Organisasi Islam yang akan berganti kepengurusan hendaknya menggelar musyawarah untuk memilih pemimpin (Qiyadah) yang baru. Memilih pemimpin bukanlah lantaran pilih kasih karena faktor kedekatannya apalagi karena hubungan famili, tetapi karena atas dasar kemampuan dan pengalamannya, karena penulis pernah mendengar sebuah hadits mengatakan bahwa Barangsiapa memberikan amanah (kepemimpinan) kepada seseorang lantaran pilih kasih, padahal ada orang lain yang lebih mampu, maka sesungguhnya ia telah menghiananti Allah Subanallahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya

Mari kita kuatkan tekad (azzam) bahwa kita ada dalam organisasi pemuda Islam bulan desember mendatang akan melaksanakan Musyawarah Lengkap (Musleng) karena Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk bersatu dalam kebaikan dan berjuang di jalan-Nya. Hal penting yang perlu diingat bahwa seorang pemimpin bukanlah manusia yang paling kuat dan hebat di antara anggotanya, tetapi seorang pemimpin itu dapat menjadi kuat dan hebat dikarenakan dukungan dan kepercayaan dari para anggotanya dan diperkuat oleh para stakeholdernya.

Wallahu a’lam Bish-showwab...

Oleh : Rochman (setelah proses editing)

Tidak ada komentar: